A. Pengertian
persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan.
Tahapan persalinan adalah :
Tahapan persalinan adalah :
- Kala I : Pembukaan Sevik – 10 cm (lengkap)
- Kala II : Pengeluaran janin
- Kala III : Pengeluaran dan pelepasan plasenta
- Kala IV : dari lahirnya uri selama 1 – 2 jam
Persalinan kala IV dimulai sejak plasenta lahir sampai dengan 2 jam
sesudahnya, adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus
sampai uterus kembali dalam bentuk normal. Hal ini dapat dilakukan dengan
rangsangan taktil (masase) untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.
Perlu juga dipastikan bahwa plasenta telah lahir lengkap dan tidak ada yang
tersisa sedikitpun dalam uterus serta benar-benar dijamin tidak terjadi
perdarahan lanjut (Sumarah, 2008).
- Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum
- Pemantauan Kala IV
B. Fisiologi Kala IV
Perdarahan
pasca persalinan adalah suatu keadian mendadak dan tidak dapat diramalkan yang
merupakan penyebab kematian ibu di seluruh dunia. Sebab yang paling umum dari
perdarahan pasca persalinan dini yang berat ( terjadi dalam 24 jam setelah
melahirkan ) adalah atonia uteri ( kegagalan rahim untuk berkontraksi
sebagaimana mestinya setelah melahirkan ). Plasenta yang tertinggal, vagina
atau mulut rahim yang terkoyak dan uterus yang turun atau inversi juga
merupakan sebab dari perdarahan pasca persalinan.
C. Diagnose
kala IV
2 jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi.
Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Ibu melahirkan
bayi dari perutnya dan bayi menyesuaikan diri dari dalam perut ke dunia luar.
Tenaga kesehatan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa
keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang teat untuk
melakukan stabilisasi.
Penanganan kala IV:
·
Periksa
fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20 – 30 menit selama jam
kedua. Jika kontraksi tidak kuat masase uterus sampai menjadi keras. Apabila
uterus berkontraksi, otot uterus akan menjepit pembuluh darah untuk
menghentikan perdarahan. Hal ini dapat mengurangi kehilangan darah mencegah dan
perdarahan pasca persalinan.
·
Periksa
tekanan darah, nadi, akndung kemih dan perdarahan selama 15 menit pada jam
pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.
·
Anjurkan
ibu untuk minum untuk mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu makanan dan minuman yang
di sukai ibu
·
Bersihkan
perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering
·
Biarkan
bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi. Sebagai
permulaan dengan menyusui bayinya.
·
Bayi
sangat siap setelah kelahiran. Hal ini sangat tepat untuk memberikan ASI kepada
bayi. Menyusui juga membantu uterus berkontraksi
·
Jika
ibu kekamar mandi ibu dibolehkan bangun dan pastikan ibu dibantu karena masih
dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan. Pastikan ibu sudah buang
air kecil setelah 3 jam pascca persalinan.
·
Ajari
ibu atau anggota keluarga tentang :
o
Bagaimana
memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi
o
Tanda
– tanda bahaya bagi ibu dan bayi
D. Evaluasi uterus: konsistensi, atonia
Perlu diperhatikan bahwa kontraksi uterus mutlak diperlukan untuk mencegah
terjadinya perdarahan dan pengembalian uterus kebentuk normal. Kontraksi
uterus yang tak kuat dan terus menerus dapat menyebabkan terjadinya atonia
uteri yang dapat mengganggu keselamatan ibu. Untuk itu evaluasi terhadap uterus
pasca pengeluaran plasenta sangat penting untuk diperhatikan. Untuk membantu
uterus berkontraksi dapat dilakukan dengan masase agar tidak menjadi lembek dan
mampu berkontraksi dengan kuat. Kalau dengan usaha ini uterus tidak mau
berkontraksi dengan baik dapat diberikan oksitosin dan harus diawasi
sekurang-kurangnya selama satu jam sambil mengamati terjadinya perdarahan post
partum. Setelah kelahiran plasenta periksa kelengkapan dari plasenta dan
selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang
tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan
perdarahan. Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik,
maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan
taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan kompresi bimanual agar
tidak menjadi lembek dan mampu berkontraksi dengan kuat.
Setelah kelahiran plasenta uterus dapat diraba ditengah-tengah abdomen ± 2/3
atau 3/4 antar simfisis pubis dan umbilicus. Jika uterus berada ditengah atau
diatas umbilicus menandakan adanya darah dan bekuan darah dalam uterus. Jika
uterus berada diatas umbilicus dan begeser pada umumnya kesebelah kanan
menandakan bahwa kandung kemih dalam keadaan penuh.
Faktor-
faktor yang pertimbangan adanya atonia uterus adalah :
·
Konsistensi
uterus. Uterus harus berkontraksi efektif teraba padat dan keras. Tanda-tanda
bahwa kontraksi uterus dalam keadaan baik adalah konsistensi keras, bila
konsistensi lunak harus dilakukan massase uterus untuk memperkuat kontraksi.
·
Potensial
untuk relaksasi uterus.
·
Riwayat
atonia uterus pada kehamilan sebelumnya.
·
Status
ibu sebagai grandmultipara.
·
Distensi
berlebihan pada uterus misalnya pada kehamilan kembar, polihidramion, atau
makrosomia.
·
Induksi
atau argumentasi persalinan.
·
Persalinan
memanjang.
·
Kelengkapan
plasenta dan membran pada saat inspeksi, bukti kemungkinan pragmen plasenta
atau membran tertingla di dalam uterus.
E. Pemeriksaan serviks, vagina dan
perineum
Hal ini berguna untuk mengetahui terjadinya laserasi (adanya robekan) yang
dapat diketahui dari adanya perdarahan pasca persalinan, plasenta yang lahir lengkap serta adanya kontraksi uterus.
Segera setelah kelahiran bayi, servik dan vagina harus diperiksa secara
menyeluruh untuk mencari ada tidaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat
pembedahan kalau diperlukan. Servik, vagina dan perineum dapat diperiksa lebih
mudah sebelum pelepasan plasenta karena tidak ada perdarahan rahim yang
mengaburkan pandangan ketika itu. Pelepasan plasenta biasanya dalam waktu 5
sampai 10 menit pada akhir kala II. Memijat fundus seperti memeras untuk
mempercepat pelepasan plasenta tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan
kemungkinan masuknya sel janin ke dalam sirkulasi ibu. Setelah kelahiran
plasenta perhatian harus ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang dapat
berasal dari tempat implantasi plasenta. Kontraksi uterus yang mengurangi
perdarahan ini dapat dilakukan dengan pijat uterus dan penggunaan oksitosin.
Dua puluh unit oksitosin rutin ditambahkan pada infus intravena setelah bayi
dilahirkan. Plasenta harus diperiksa untuk memastikan kelengkapannya. Kalau
pasien menghadapi perdarahan masa nifas (misalnya karena anemia, pemanjangan masa augmentasi,
oksitosin pada persalinan, kehamilan kembar atau hidramnion) dapat diperlukan pembuangan
plasenta secara manual, eksplorasi uterus secara manual atau kedua-duanya.
Untuk
mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan
terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Untuk
mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher.
Laserasi dapat dikategorikan dalam :
Laserasi dapat dikategorikan dalam :
- Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
- Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu dijahit).
- Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani.
- Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.
Prinsip Penjahitan Luka Episiotomi /
Laserasi Perineum
Indikasi Episiotomi
- Gawat janin
- Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan vakum ataupun forsep).
- Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kemajuan persalinan.
Tujuan Penjahitan
- Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka.
- Mencegah kehilangan darah.
Keuntungan Teknik Jelujur
Selain
teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik penjahitan dengan
model jelujur. Adapun keuntungannya adalah:
Hal Yang Perlu Diperhatikan
Dalam
melakukan penjahitan perlu diperhatikan tentang:
- Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu dilakukan penjahitan.
- Menggunakan sedikit jahitan.
- Menggunakan selalu teknik aseptik.
- Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.
Penggunaan Anestesi Lokal
- Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu).
- Bidan lebih leluasa dalam penjahitan.
- Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah).
- Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi).
- Cairan yang digunakan: Lidocain 1 %.
Tidak Dianjurkan Penggunaan
Lidocain
2 % (konsentrasinya terlalu tinggi dan menimbulkan nekrosis jaringan).
Lidocain dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan memperpanjang efek kerjanya).
Lidocain dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan memperpanjang efek kerjanya).
Nasehat Untuk Ibu
Setelah
dilakukan penjahitan, bidan hendaklah memberikan nasehat kepada ibu. Hal ini berguna
agar ibu selalu menjaga dan merawat luka jahitannya. Adapun nasehat yang
diberikan diantaranya:
- Menjaga perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.
- Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.
- Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering mungkin.
- Menyarankan ibu mengkonsumsi makanan dengan gizi yang tinggi.
- Menganjurkan banyak minum.
- Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu setelah melahirkan untuk memeriksa luka jahitan.
F. Pemantauan dan evaluasi lanjut
1. Tanda Vital
Pemantauan tekanan darah ibu, nadi, dan pernafasan dimulai segera setelah
plasenta dan dilanjutkan setiap 15 menit sampai tanda-tanda vital stabil pada
level sebelum persalinan.
Suhu
diukur paling tidak sekali selama periode.
·
nadi
> 100 x/ menit (terjadi masalah). Masalah yang timbul kemungkinan
adalah demam atau perdarahan.
Suhu ibu dicek paling sedikit satu kali selama kala IV. Jika suhu meningkat
pantau lebih sering (namun kenaikan suhu kurang dari 200F dari batas
normal merupakan hal normal). Suhu tubuh yang normal adalah < 380C.
Jika suhunya > 380C, bidan harus mengumpulkan data-data lain
untuk memungkinkan identifikasi masalah. Suhu yang tinggi tersebut mungkin
disebabkan oleh dehidrasi (karena persalinan yang lama dan tidak cukup minum)
atau ada infeksi.
Bila
suhu dan denyut nadi tidak normal, maka pernapasan akan mengikutinya.
Pernapasan normal, teratur, cukup dalam frekuensi 18x/m. Fungsi pulmonal
kembali ke status sebelum hamil setelam 6 bulan post partum
a. Kontraksi
uterus harus baik
b. Tidak ada
perdarahan dari vagina atau alat genitalia lainnya.
c. Plasenta dan
selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
d. Kandung kencing
harus kosong.
e. Luka-luka pada
perineum harus terawat dengan baik dan tidak terjadi hematoma.
f. Bayi
dalam keadaan baik.
g. Ibu dalam
keadaan baik.
Pemantauan tekanan darah pada ibu
pasca persalinan digunakan untuk memastikan bahwa
ibu tidak mengalami syok akibat banyak mengeluarkan darah. Adapun gejala syok
yang diperhatikan antara lain: nadi cepat, lemah (110 kali/menit atau lebih),
tekanan rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg, pucat, berkeringat atau dingin,
kulit lembab,nafas cepat (lebih dari 30 kali/menit), cemas, kesadaran menurun
atau tidak sadar serta produksi urin sedikit sehingga produksi urin menjadi
pekat, dan suhu yang tinggi perlu diwaspadai juga kemungkinan terjadinya
infeksi dan perlu penanganan lebih lanjut.
2. Kontraksi
uterus
Pemantauan adanya kontraksi uterus sangatlah penting dalam asuhan kala IV persalinandan perlu evaluasi lanjut setelah
plasenta lahir yang berguna untuk memantau terjadinya perdarahan. Kalau
kontraksi uterus baik dan kuat kemungkinan terjadinya perdarahan sangat kecil.
Pasca melahirkan perlu dilakukan pengamatan secara seksama mengenai ada
tidaknya kontraksi uterus yang diketahui dengan meraba bagian perut ibu serta
perlu diamati apakah tinggi fundus uterus telah turun dari pusat, karena saat
kelahiran tinggi fundus uterus telah berada 1-2 jari dibawah pusat dan terletak
agak sebelah kanan sampai akhirnya hilang dihari ke-10 kelahiran.
3. Lochea
Melalui proses katabolisme jaringan, berat uterus dengan cepat menurun dari
sekitar 1000gr pada saat kelahiran menjadi sekitar 50gr pada saat 30 minggu
masa nifas. Serviks juga kahilangan elastisitasnya dan menjadi kaku
seperti sebelum kehamilan. Selama beberapa hari pertama setelah kelahiran sekret
rahim (lochea) tampak merah (lochea rubra) karena adanya eritrosit. Setelah 3
sampai 4 hari lochea menjadi lebih pucat (lochea serosa) dan di hari ke-10
lochea tampak putih atau putih kekuningan (lochea alba). Lochea yang berbau
busuk diduga adanya suatu di endometriosis.
Macam
– macam lokhea
1. Lokhia
rubra: Merupakan darah segar bercampur sisa-sisa selaput janin (sel-sel
deciduas dan chorion), verniks kaseosa, mungkin juga rambut lanugo dan
mekonium. Terjadi selama 2 hari pasca persalinan.
2. Lokia
sanguinolenta: Lokia yang berisi darah bercampur lendir. Berlangsung setelah
hari ke-3 hingga ke-7 pasca persalinan.
3. Lokhia
serosa: Lokhia tidak berdarah, warnanya agak pucat. Terjadi pada setelah
seminggu pasca persalinan.
4. Lokhia
alba: Cairan putih kekuningan, berwarna putih karena banyak terdapat leukosit
didalamnya. Terjadi setelah 2 minggu pasca persalinan.
5. Locheostasis :
jika lochea tidak lancar keluarnya.
4. Kandung Kemih
Pada saat setelah plasenta keluar kandung kencing harus diusahakan kosong agar
uterus dapat berkontraksi dengan kuat yang berguna untuk menghambat terjadinya
perdarahan lanjut yang berakibat fatal bagi ibu. Jika kandung kemih penuh,
bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan ibu dianjurkan untuk selalu
mengosongkannya jika diperlukan, dan ingatkan kemungkinan keinginan berkemih
berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih,bantu
dengan menyiramkan air bersih dan hangat pada perineumnya atau masukkan
jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih scara
spontan. Kalau upaya tersebut tidak berhasil dan ibu tidak dapat berkemih
secara spontan maka perlu dan dapat dipalpasi maka perlu dilakukan kateterisasi
secara aseptik dengan memasukkan kateter Nelaton DTT atau steril untuk
mengosongkan kandung kemih ibu, setelah kosong segera lakukan masase pada
fundus untuk menmbantu uterus berkontraksi dengan baik.
5. Perineum
Terjadinya laserasi atau robekan perineum dan vagina dapat diklarifikasikan
berdasarkan luas robekan. Robekan perineum hampir terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
cara menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat. Sebaliknya kepala janin akan lahir jangan ditekan terlalu kuat dan lama.
Apabila hanya kulit perineum dan mulosa vagina yang robek dinamakan robekan
perineum tingkat satu pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan
jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenetalis pada garis
menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
Sedang pada tingkat tiga atau robekan total muskulus sfringter ani ekstrium
ikut terputus dan kadang-kadang dinding depan rektum ikut robek pula. Jarang
sekali terjadi robekan yang mulai pada dinding belakang vagina diatas introitus
vagina dan anak dilahirkan melalui robekan itu, sedangkan perineum sebelah
depan tetap utuh (robekan perineum sentral). Pada persalinan sulit disamping robekan perineum yang dapat dilihat, dapat
pula terjadi kerusakan dan keregangan muskulus puborektalis kanan dan kiri
serta hubungannya di garis tengah. Robekan perineum yang melebihi robekan
tingkat satu harus dijahit, hal ini dapat dilakukan sebelum plasenta lahir tetapi
apabila ada kemungkinan plasenta harus dikeluarkan secara manual lebih baik
tindakan itu ditunda sampai plasenta lahir. Perlu diperhatikan bahwa setelah
melahirkan kandung kemih ibu harus dalam keadaan kosong, hal ini untuk membantu
uterus agar berkontraksi dengan kuat dan normal dan kalau perlu untuk
mengosongkan kandung kemih perlu dilakukan dengan kateterisasi aseptik.
6. Perkiraan darah yang hilang
Perkiraan darah yang hilang sangat penting untuk keselamatan ibu, namun untuk
menentukan banyaknya darah yang hilang sangatlah sulit karena sering kali
bercampur cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap kain, handuk atau
sarung. Sulitnya menilai kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan
jumlah sarung, karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti
jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Mengumpulkan darah dengan
wadah atau pispot yang diletakkan dibawah bokong ibu bukanlah cara yang efektif
untuk mengukur kehilangan dan bukan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring
diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk
memegang dan menyusui bayinya. Cara yang baik untuk memperkirakan kehilangan
darah adalah dengan menyiapkan botol 500 ml yang digunakan untuk menampung
darah dan dinilai berapa botol darah yang telah digunakan untuk menampung
darah, kalau setengah berarti 250 ml dan kalau 2 botol sama dengan 1 liter. Dan
ini merupakan salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung
untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan
tekanan darah. Kalau menyebabkan lemas, pusing dan kesadaran menurun serta
tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka
telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml. Kalau ibu mengalami syok hipovolemik
maka ibu telah kahilangan darah 50% dari total darah ibu (2000-2500 ml).
Perdarahan pasca persalinan sangat penting untuk diperhatikan karena sangat berhubungan
erat dengan kondisi kesehatan ibu. Akibat banyaknya darah yang hilang dapat
menyebabkan kematian ibu. Perdarahan terjadi karena kontraksi uterusyang tidak
kuat dan baik, sehingga tidak mampu menjepit pembuluh darah yang ada
disekitarnya akibatnya perdarahan tak dapat berhenti. Perdarahan juga dapat
disebabkan karena adanya robekan perineum, serviks bahkan vagina dan untuk
menghentikan perdarahannya maka harus dilakukan penjahitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar