A.
Dasar, Visi, dan Misi Pembangunan Kesehatan
1.
Dasar – Dasar Pembangunan
Kesehatan :
Landasan Idiil
Pembangunan Nasional adalah Pancasila, sedangkan landasan Konstitusionil nya
adalah Undang – Undang Dasar 1945. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian
Integral dari Pembangunan Nasional.
Dasar – Dasar
Pembangunan Kesehatan hakekatnya adalah Nilai Kebenaran dan Aturan Pokok
sebagai landasan untuk berfikir atau bertindak dalam pembangunan kesehatan.
Dasar – dasar Pembangunan Kesehatan tersebut terdiri atas :
1. PERIKEMANUSIAAN
Setiap upaya kesehatan
harus selalu berlandaskan perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan
dikendalikan oleh keimanan & ketaqwaan terhadap Tuhan YME. Oleh karena itu
setiap Tenaga Kesehatan harus berbudi luhur dan memegang teguh Etika Profesi.
2. PEMBERDAYAAN &
KEMANDIRIAN
Setiap upaya kesehatan
harus mampu membangkitkan dan mendorong Peran Serta Masyarakat. Untuk itulah
maka Pembangunan Kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada Kepercayaan
atas Kemampuan dan Kekuatan sendiri serta bersendikan Kepribadian Bangsa.
3. ADIL & MERATA
Dalam Pembangunan
Kesehatan, setiap orang mempunyai Hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi – tingginya tanpa memandang perbedaan suku, golongan,
agama, dan status social ekonominya.
4. PENGUTAMAAN & MANFAAT
Penyelenggaraan upaya
kesehatan harus lebih mengutamakan Pendekatan Pemeliharaan, Peningkatan Kesehatan
dan Pencegahan Penyakit. Upaya kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang
sebesar – besarnya bagi Peningkatan Kesehatan Masyarakat serta dilaksanakan
dengan penuh Tanggung Jawab sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
2.
Visi Pembangunan Kesehatan :
Visi yang ingin
dicapai melalui Pembangunan Kesehatan yang dirumuskan sebagai “INDONESIA SEHAT
2010” adalah : Masyarakat, Bangsa dan Negara yang penduduknya hidup dalam
Lingkungan dan dengan Perilaku Hidup Sehat, memiliki Kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki Derajat
Kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Dalam IS 2010 ini,
Lingkungan yang diharapkan adalah Lingkungan yang Kondusif bagi Terwujudnya
Keadaan Sehat yaitu : Lingkungan yang Bebas dari Polusi, Tersedianya Air
Bersih, Sanitasi Lingkungan yang Memadai, Perumahan dan Pemukiman yang Sehat,
Perencanaan Kawasan yang Berwawasan Kesehatan dan Terwujudnya Kehidupan
Masyarakat yang Saling Tolong Menolong dengan Memelihara Nilai – nilai Budaya
Bangsa. Perilaku masyarakat IS 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat
Proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko
terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit dan berpartisipasi
aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Kemudian Kemampuan masyarakat yang
diharapkan adalah kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
tanpa adanya hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Sedangkan
Pelayanan Kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan
pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan
etika profesi. Dengan demikian diharapkan derajat kesehatan perorangan,
keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan seoptimal mungkin.
3.
Misi Pembangunan Kesehatan
Untuk dapat
mewujudkan Visi IS 2010, ditetapkan 4 Misi Pembangunan Kesehatan sebagai
berikut :
1. Menggerakkan
Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan.
Untuk dapat mewujudkan IS 2010, para penanggung
jawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan – pertimbangan
kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Untuk dapat melaksanakan
pembangunan nasional yang berkontribusi positif terhadap kesehatan, maka
seluruh elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai Penggerak
Utama Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan.
2. Mendorong
Kemandirian Masyarakat Untuk Hidup Sehat.
Apapun peran yang
dimainkan pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri
menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan dapat dicapai. Perilaku sehat
dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu salah
satu upaya kesehatan pokok atau misi sektor kesehatan adalah mendorong
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan
Meningkatkan Pelayanan Kesehatan yg Bermutu, Merata dan Terjangkau
Hal ini mengandung makna
bahwa salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak hanya semata – mata berada di tangan
pemerintah, melainkan mengikutsertakan sebesar – besarnya peran serta aktif
segenap anggota masyarakat dan berbagai potensi swasta.
4. Memelihara dan
Meningkatkan Kesehatan Individu, Keluarga dan Masyarakat beserta Lingkungannya
Ini berarti bahwa tugas
utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap
warga negaranya yakni setiap individu, keluarga dan masyarakat Indonesia tanpa
meninggalkan upaya penyembuhan penyakit dan atau pemulihan kesehatan. Untuk
terselenggaranya tugas ini, maka penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus
diutamakan adalah upaya kesehatan yang bersifat Promotif dan Preventif yang
didukung oleh upaya Kuratif dan atau Rehabilitatif. Disamping itu, upaya –
upaya penyehatan lingkungan harus juga diprioritaskan.
B.
Arah, Tujuan dan Sasaran serta Kebijaksanaan Pembangunan Kesehatan
1.
Arah Pembangunan Kesehatan
Arah pembangunan Kesehatan menuju IS 2010
sesuai dengan arah Pembangunan Nasional selama ini, yakni :
1.
Pembangunan Kesehatan adalah
bagian integral dari Pembangunan Nasional :
Ø Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu yang
telah memperhitungkan dengan seksama berbagai dampak positif maupun negative
setiap kegiatan terhadap kesehatan masyarakat.
Ø Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya
manusia yang sehat, cerdas dan produktif serta mampu memlihara dan meningkatkan
kesehatan masyarakat dengan komitmen yang tinggi terhadap kemanusiaan dan
etika, serta dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan dan kemitraan yang
tinggi.
2.
Pelayanan Kesehatan baik oleh
Pemerintah maupun Masyarakat harus diselenggarakan secara bermutu, Adil dan
Merata dengan memberikan perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak – anak
dan para lansia yang terlantar baik di kota maupun di desa. Prioritas diberikan
pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah perbatasan dan daerah
kantong – kantong keluarga miskin.
3.
Pembangunan Kesehatan
diselenggarakan dengan Strategi Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan,
Profesionalisme, Desentralisasi dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
dengan memperhatikan berbagai tantangan yang ada saat ini dan di masa depanyang
antara lain : krisis ekonomi, perubahan dinamika kependudukan, perubahan
ekologi dan lingkungan, kemajuan IPTEK serta Globalisasi dan Demokratisasi.
4.
Upaya pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan masyarakat dilaksanakan melalui program peningkatan perilaku hidup
sehat, pemeliharaan lingkungan sehat, pelayanan kesehatan masyarakat yang
berhasil guna dan berdaya guna serta didukung oleh system pengamatan, informasi
dan manajemen yang handal. Disamping itu, perlu juga adanya perlindungan hokum
kepada masyarakat dan kepada pelaku kesehatan dengan meningkatkan dan
menyempurnakan peraturan perundang – undangan.
5.
Pengadaan dan peningkatan sarana
dan prasarana kesehatan terus dilanjutkan.
6.
Untuk menunjang seluruh upaya
pembangunan kesehatan diperlukan tenaga yang mempunyai sikap Nasional, Etis,
Profesional, dan memiliki semangat pengabdian yang tinggi kepada bangsa dan
Negara, disiplin, kreaif, berilmu dan terampil, berbudi luhur dan dapat
memegang teguh etika profesi.
2.
Tujuan Pembangunan Kesehatan
Meningkatkan
kesadaran; Kemauan dan Kemampuan Hidup Sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat,
bangsa dan negara indonesia yang indonesia yang ditandai oleh penduduknya
yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan yang sehat , memeliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
bermutu, secara adil dan merata , serta memiliki derajat kesehatan yang optimal
di seluruh wilayah RI.
3. Sasaran Pembangunan Kesehatan
Sasaran Pembangunan Nasional dalam rangka
mewujudkan IS 2010 adalah :
1.
KERJA SAMA LINTAS
SEKTORAL
Ø Meningkatnya kerjasama lintas sector dalam pembangunan kesehatan,
Ø Menikatnya kontribusi positif sector lain terhadap kesehatan,
Ø Membaiknya perilaku dan lingkungan hidup yang kondusif bagi terwujudnya
masyarakat sehat.
2.
KEMANDIRIAN MASYARAKAT &
KEMITRAAN SWASTA
Ø Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan memperbaiki
kesehatannya serta meningkatnya kemampuan masyarakat dalam menjangkau pelayanan
kesehatan yang layak sesuai dengan kebutuhan.
Ø Meningkatnya upaya kesehatan yang bersumber daya swasta serta
meningkatnya jumlah anggota masyarakat yang memanfaatkan upaya kesehatan
swasta.
3.
PERILAKU HIDUP SEHAT
Ø Meningkatnya jumlah ibu hamil yang memriksakan diri dan melahirkan
dengan ditolong oleh tenaga kesehatan.
Ø Meningkatnya jumlah bayi yang memperoleh imunisasi lengkap
Ø Meningkatnya jumlah bayi yang memperoleh ASI Eksklusif
Ø Meningkatnya jumlah anak balita yang ditimbang setiap bulan
Ø Meningkatnya jumlah PUS peserta KB
Ø Meningkatnya jumlah penduduk dengan gizi seimbang
Ø Meningkatnya jumlah penduduk yang memeproleh air bersih
Ø Meningkatnya jumlah rumah yang memenuhi syarat kesehatan dll.
4.
LINGKUNGAN SEHAT
Ø Meningkatnya secara bermakna jumlah wilayah / kawasan sehat.
Ø Meningkatnya rumah dan bangunan sehat, sarana sanitasi sehat, sarana
air minum dan pembuangan limbah yang sehat.
5.
UPAYA KESEHATAN
Ø Meningkatnya jumlah sarana kesehatan yang bermutu.
Ø Meningkatnya jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan serta
pemanfaatan pelayanan promotif dan preventif.
Ø Ketersediaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
6.
MANAJEMEN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Ø Meningkatnya system informasi pembangunan kesehatan, kepemimpinan dan
manajemen kesehatan.
Ø Meningkatnya kemampuan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi
pembangunan kesehatan.
7.
DERAJAT KESEHATAN
Ø Meningkatnya secara bermakna umur harapan hidup.
Ø Menurunnya angka kematian bayi dan ibu
Ø Menurunnya angka kesakitan beberapa penyakit penting
Ø Menurunnya angka kecacatan dan ketergantungan
Ø Menurunnya angka fertilitas
Ø Meningkatnya status gizi masyarakat.
4. Kebijakan
Pembangunan Kesehatan
Untuk mencapai Tujuan
dan Sasaran pembangunan kesehatan menuju IS 2010, maka perlu dirumuskan
Kebijakan Pembangunan Kesehatan sebagai berikut :
1. Pemantapan Kerja
Sama Lintas Sektor
Kerja sama lintas
sektoral merupakan hal yang utama yang harus digalang dan lebih dimantapkan
secara seksama, sehingga sosialisasi masalah – masalah kesehatan kepada sektor
lain harus dan perlu dilakukan secara intensif dan berkala. Kerja sama lintas
sektor harus mencakup tahap Perencanaan, Pelaksanaan dan Penilaian.
2. Peningkatan
Perilaku, Kemandirian Masyarakat & Kemitraan Swasta.
Perilaku hidup sehat
masyarakat usia dini perlu ditingkatkan melalui berbagai kegiatan penyuluhan
dan pendidikan kesehatan agar menjadi bagian dari norma hidup dan budaya
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat untuk
hidup sehat.
Kemitraan swasta
lebih dikembangkan dengan memberikan kemudajan dalam membangun pelayanan
kesehatan rujukan rumah sakitdan pelayanan medik lainnya, dengan memperhatikan
efisiensi keseluruhan sistem pelayanan kesehatan. Kemitraan swasta juga
ditingkatkan dalam pencegahan penyakit dan peningkatan derajay kesehatan.
3. Peningkatan
Kesehatan Lingkungan.
Kesehatan lingkungan
pemukiman, tempat kerja dan tempat – tempat umum serta tempat – tempat
pariwisata ditingkatkan melalui penyediaan serta pengawasan mutu air yang
memenuhi persyaratan terutama perpipaan, penertiban tempat pembuangan sampah,
penyediaan sarana pembuangan limbah, serta berbagai sarana sanitasi lingkungan
lainnya sehingga penduduk dapat hidup sehat dan produktif serta terhindar dari
penyakit – penyakit yang membahayakan yang ditularkan melalui atau oleh
lingkungan yang tidak sehat.
4. Peningkatan Upaya
Kesehatan.
Perhatian yang besar
diberikan kepada upaya untuk mewujudkan produktivitas kerja yang tinggi,
melalui berbagai upaya pelayanan kesehatan kerja termasuk perbaikan gizi dan
kebugaran jasmani tenaga kerja serta upaya kesehatan lain yang menyangkut
kesehatan lingkungan kerja dan lingkungan pemukiman terutama bagi penduduk yang
tinggal di daerah kumuh.
5. Peningkatan Sumber
Daya Kesehatan.
Pengembangan tenaga
kesehatan harus menunjang seluruh upaya pembangunan kesehatan dan diarahkan untuk
menciptakan tenaga kesehatan yang ahli dan terampil sesuai pengembangan ilmu
dan teknologi, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME serta berpegang teguh pada
pengabdian terhadap bangsa dan negara serta etika profesi. Pengembangan tenaga
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan atau daya guna tenaga dan
penyediaan jumlah serta mutu tenaga kesehatan dari masyarakat dan pemerintah
yang mampu melaksanakan pembangunan kesehatan.
6. Peningkatan
Kebijakan & Manajemen Pembangunan Kesehatan.
Kebijakan dan
manajemen pembangunan kesehatan perlu makin ditingkatkan terutama melalui
peningkatan secara strategis kerja sama antara sektor kesehatan dan sektor lain
yang terkait, dan antara berbagai program kesehatan serta antara para pelaku
dalam pembangunan kesehatan sendiri. Manajemen upaya kesehatan yang terdiri
dari Perencanaan, Penggerakan Pelaksanaan, Pengendalian dan Penilaian
diselenggarakan secara sistematik untuk menjamin upaya kesehatan yang terpadu
dan menyeluruh.
a.
Paradigma Sehat
Ø Paradigma dan konsep sehat baru tentang sehat
Kata Paradigma
berasal dari Yunani. Hal ini berhubungan dengan kata ilmiah dan umumnya
digunakan pada saat ini dalam arti model, teori, konsep, orientasi persepsi,
asumsi atau cara pandang dari referensi. Dalam pengertian umum adalah cara
melihat dunia tidak hanya dari sudut pandang kita tetapi berhubungan dengan
penerimaan, pemahaman dan interpretasi.
Dalam makna yang
lebih populer, Paradigma dapat diartikan sebagai Visi serta Orientasi kita
terhadap Realitas. Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran
manusia terhadap informasi – informasi yang diperolehnya baik dari pengalaman
maupun dari penelitian.
Sementara itu, konsep
sehat – sakit selalu berubah sejalan dengan pemahaman kita tentang nilai,
peran, penghargaan, dan pemahaman kita terhadap kesehatan. Pada jaman Yunani,
sehat itu sebagai virtue (kebaikan) yaitu sesuatu yang dibanggakan,
sedangkan sakit dipandang sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat. Filosofi yang
berkembang pada saat itu adalah Filosofi Cartesian yaitu filosofi
yang berorientasi pada kesehatan fisik semata, yang menyatakan bahwa seseorang
disebut sehat apabila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental dan Roh
menjadi urusan Agama, bukan kesehatan.
Setelah ditemukan
kuman penyebab penyakit batasan sehatpun akhirnya berubah dimana seseorang
dikatakan sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama tidak
ditemukan penyebab penyakit. Pada Tahun 50-an, definisi WHO tentang Sehat
adalah sebagai keadaan sehat sejahtera fisik, mental – sosial, dan bukan hanya
bebas dari penyakit dan kelemahan. Dan pada tahun 80-an, definisi Sehat WHO
mengalami perubahan seperti pada UU Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992 yang telah
memasukkan unsur Hidup Produktif Sosial dan Ekonomi.
Definisi terkini yang
dianut oleh negara – negara maju seperti Kanada yang mengutamakan konsep sehat
produktif ; Sehat adalah Sarana atau alat untuk hidup sehari – hari secara
produktif. Upaya kesehatan harus diarahkan untuk dapat membawa setiap manusia
memiliki kesehatan yang cukup agar dapat hidup produktif. Kesehatan bersama
dengan Pendidikan dan Rasa Aman merupakan dasar dari ” Human Capital ”.
Ø Paradigma Sehat
Kebijakan upaya
pelayanan kesehatan senantiasa berubah sesuai dengan pemahaman dari pembuat
kebijakan tentang peran kesehatan sebagai modal dasar “human capital” yang
sangat penting untuk tercapainya kemandirian dan ketahanan bangsa agar mampu
bersaing dalam era globalisasi.
Berdasarkan pemahaman
tersebut, maka dapat disebutkan bahwa Faktor – faktor yang mendorong perlunya
Paradigma Sehat adalah :
Kebijakan upaya
pelayanan kesehatan senantiasa berubah sesuai dengan pemahaman dari pembuat
kebijakan tentang peran kesehatan sebagai modal dasar “human capital” yang
sangat penting untuk tercapainya kemandirian dan ketahanan bangsa agar mampu
bersaing dalam era globalisasi.
a). Pelayanan
Kesehatan yang berfokus pada pelayanan orang sakit ternyata tidak efektif,
b). Konsep sehat
mengalami perubahan, dimana dalam arti sehat terkandung unsur Sehat Produktif
secara Sosial dan ekonomis,
c). Adanya Transisi
Epidemiologis dari penyakit infeksi ke penyakit Kronik – Degeneratif; dimana
untuk pencegahannya sangat diperlukan perubahan Perilaku,
d). Adanya Transisi
Demografis, yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk Usia Lanjut yang
memerlukan pendekatan yang berbeda dalam penangananya,
e). Makin jelasnya
pemahaman tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan penduduk.
Lalonde ( 1974 ) dan Hendrik L. Blum ( 1974 ) secara bersamaan
mengemukakan bahwa Status Kesehatan Penduduk/Manusia BUKAN hanya hasil
pelayanan medis saja, melainkan faktor – faktor lain seperti Lingkungan,
Perilaku dan Genetik justru lebih berpengaruh terhadap Status
Kesehatan Manusia.
Upaya kesehatan yang
selama ini dilakukan masih berorientasi pada upaya penanggulangan penyakit
secara episodik dan upaya penyembuhan saja. Upaya kesehatan yang demikian ini
sering kali menyesatkan pola pikir kita bahwa seolah – olah apabila semua orang
sakit bisa diobati, maka masyarakat menjadi sehat. Upaya kesehatan harusnya
diarahkan untuk dapat membawa setiap penduduk memiliki kesehatan yang optimal
agar bisa hidup produktif.
Orientasi baru upaya
kesehatan adalah orientasi memelihara dan meningkatkan kesehatan penduduk, yang
merupakan suatu orientasi sehat positif sebagai kebalikan dari orientasi
pengobatan penyakit yang bersifat Kuratif – Responsif. Dengan kata lain,
Program kesehatan yang berorientasi pada upaya Kuratif merupakan ” Health
Program for Survival ”, sedangkan Program kesehatan yang berorientasi
pada upaya Promotif dan Preventif merupakan ” Health Program for Human
Development ”. Upaya kesehatan dengan ” Health Oriented Approach ” dalam jangka panjang akan menjamin
kemandirian yang lebih besar, meningkatkan ketahanan mental dan fisik penduduk,
dan bermuara pada terciptanya SDM yang berkualitas yang sangat diperlukan untuk
melaksanakan pembangunan.
Upaya pelayanan
kesehatan yang menekankan pada Upaya Kuratif-Rehabilitatif kurang menguntungkan
karena :
a). Intervensi yang
dilakukan pada orang sakit tidak menguntungkan karena :
Penderita telah
kehilangan produktifitas,
Yang bersangkutan
harus berobat,
Untuk kembali pada
keadaan sehat – produktif memerlukan waktu lama.
b). Upaya Kuratif
– Rehabilitatif dalam jangka panjang tidak menguntungkan karena permintaan
terhadap jenis pelayanan kuratif akan terus meningkat, sementara itu pelayanan
kuratif cenderung terkumpul pada tempat – tempat yang tersedia banyak uang,
yaitu di kota – kota besar saja.
c). Dari segi Ekonomi,
investasi pada orang yang TIDAK atau BELUM Sakit ( SEHAT ) lebih
Cost Effective dan lebih Produktif daripada terhadap orang sakit.
d). Untuk
meningkatkan kesehatan penduduk lebih baik tidak melalui penyediaan banyak
obat, tempat tidur di rumah sakit dan balai pengobatan, melainkan dengan lebih
memperhatikan mereka yang ”tidak sakit” agar tetap sehat, tidak jatuh
sakit dan membuat penduduk lebih tahan terhadap penyakit.
Oleh karena itu,
implementasi Paradigma Sehat akan lebih menekankan pada upaya : Pencegahan
Penyakit, Promosi Kesehatan, dan Perlindungan Kesehatan masyarakat.
Sejalan dengan konsep
Paradigma Sehat, Rumah Sakit dan tempat – tempat penyelenggaraan Pelayanan
Kuratif perlu ditambahkan dengan pelayanan klinik yang bersifat pencegahan
seperti : Screening, Konseling, Diagnosis dan Pengobatan Dini Penyakit dengan
menambahkan peralatan dan teknologi medis yang canggih.
Pencanangan Paradigma
Sehat khususnya pada masa krisis dewasa ini adalah sangat tepat, karena
memberdayakan masyarakat agar tidak jatuh sakit melalui upaya
Promotif-Preventif adalah lebih penting dari pada memberikan obat, alat ataupun
fasilitas pengobatan.
b.
Profesionalisme
Profesionalisme
merupakan salah satu pilar strategi dalam pembangunan kesehatan, untuk menjadi
seorang tenaga kesehatan yang profesinal harus mengikuti kemajuan teknologi,
peningkatan pengetahuan dan keterampilan.
Untuk terselenggaranya pelayanan
yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, perlu didukung oleh tenaga
kesehatan yang terampil yang dibarengi pula denagan penerapan nilai – nilai
moral dan etika profesi yang tinggi.
Untuk mewujudkan tenaga kesehatan
profesional dan handal, dilaksanakan penentuan standar kompetensi bagi tenaga
kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditasi dan legalisasi tenaga
kesehatan serta kegiatan peningkatan kualitas lainnya.
Profesionalisme
dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta melalui
penerapan nilai – nilai moral dan etika. Secara terus menerus ditingkatkan
profesionalisme para petugas kesehatan serta profesionalisme dibidang manajemen
pelyanan kesehatan. Profesionalisme merupakan pra-syarat
untuk berhasilnya segala program, cita-cita atau visi.
c.
JPKM
Ø Defenisi JPKM menurut UU 23 tahun 1992:
Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan
yang paripurna berdasarkan azas usaha bersama dan kekeluargaan, yang
berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang
dilaksanakan secara pra upaya.
Di negara-negara maju
sering dikenal sebagai Manage Care, salah satu model pelayanan yang
dianggap paling efektif dan efisien dalam pemeliharaan kesehatan sesuai dengan
perkembangan jaman. Di Indonesia sistem JPKM ( Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat) secara prinsip merupakan adopsi dari manage care.
Ø Definisi Manage Care
Adalah suatu
pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yang dilaksanakan secara berjenjang dengan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagai ujung tombak, serta didukung oleh
pembiayaan di muka (pre payment) dan pra upaya (prospective payment)
(Kongsvedt_cit Julita, 2001).
Mengapa masyarakat memerlukan JPKM dalam
pemeliharaan kesehatan? Karena beberapa alasan, yakni:
1. Biaya pemeliharaan
yang semakin meningkat sesuai perkembangan iptek dan pola penyakit yang
berkembang.
2. Pemeliharaan kesehatan memerlukan dana
yang berkesinambungan.
3. Tidak semua orang
mampu membiayai pemeliharaan kesehatannya sendiri, usibah dapat datang dengan
tidak dapat diduga.
4. Pembiayaan pemeliharaan
kesehatan secara sendiri-sendiri cenderung lebih mahal karena bersifat kuratif.
5. Beban biaya dapat
ditanggung secara bersama, sehingga lebih ringan. Terjadi saling membagi resiko
biaya sakit.
Ø Konsep dasar JPKM menurut Azrul Aswar (2001) adalah:
1.
JPKM adalah suatu cara
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, bukan sekedar variasi dari model pelayanan
kesehatan.
2. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada JPKM bertujuan untuk
memelihara kesehatan para peserta, bukan hanaya sekedar penyembuhan penyakit.
3. Pelayanan kesehatan yang diselenggaraan pada JPKM bukanlah pelayanan
kesehatan yang parsial dan atau terkotak-kotak.
4. Mekanisme pembiayaan yang diterapkan pada JPKM bukanlah system
pembayaran tunai (fee for service) dan atau system tagihan (reimburstment),
tetapi secara pra-upaya(prospektif payment).
Ø Penyelenggaraan JPKM
JPKM merupakan model
jaminan kesehatan pra bayar yang mutunya terjaga dan biayanya terkendali. JPKM
dikelola oleh suatu badan penyelenggara (bapel) dengan merepakan
jaga mutu dan kendali biaya. Peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan
paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak,
yang memenuhi kebutuhan utama kesehatannya dengan mutu terjaga dan biaya
terjangkau. Pemberi pelayanan kesehatan (PPK) adalah bagian dari
jaringan pelayanan yang dikontrak dan dibayar pra-upaya/dimuka oleh Bapel,
sehingga terdorong untuk memberikan pelayanan paripurna yang terjaga mutu dan
terkendali biayanya.
Jaringan pelayanan
berjenjang terdiri atas pelayanan tingkat pertama (primer), sekunder, dan
tersier. PPK I dapat berupa dokter umum/ dokter keluaraga, dokter gigi, bidan
praktek, puskesmas, balkesmas, maupun klinik yang dikontrak oleh bapel JPKM
yang bersangkutan. Jika diperlukan akan dirujuk ke tingkat sekunder ( PPK II)
yakni praktek dokter spesialis, kemudian dapat dilanjutkan ke tingkat tersier (
PPK III)yaitu pelayanan spesialistik di rumah sakit untuk pemeriksaan atau
rawat inap.
Ø Para Pelaku dan Bagan JPKM:
1. Peserta
mendaftarkan diri dalam satuan keluarga, kelompok atau unit organisasi, dengan
membayar kepada bapel sejumlah iuran tertentu secara teratur untuk membiayai
pemeliharaan kesehatannya.
2. Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK), yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan kesehatan
terorganisir untuk memberikan pelayanan paripurna dan berjenjang secara efektif
dan efisien.
3. Badan
Penyelenggara JPKM (Bapel) sebagai badan hukum yang bertanggungjawab atas
penyelenggaraan JPKM dengan secara profesional menerapkan trias manajemen,
meliputi manajemen kepesertaan, keuangan dan pemeliharaan kesehatan.
4. Pemerintah sebagai
badan pembinan yang melaksanakan, fungsi untuk mengembangkan, membinan dan
mendorong penyelenggaraan JPKM.
Keempat pelaku
terjadi hubungan saling menguntungkan dan berlaku penerapan jurus-jurus kendali
biaya, kendali mutu pelayanan dan pemenuhan kebutuhan medis bagi peserta(
berbentuk pelayanan paripurna dan berjenjang).
Ø Berbagai manfaat bagi keempat pelaku JPKM:
1. Masyarakat.
- Memperoleh pelayanan
paripurna (Prevetif, Promotif, Kuratif fan Rehabilitatif) dan bermutu
- Masyarakat keluar
biaya riingan, karena di JPKM terjadi subsidi silang
- Masyarakat terjamin
dalam memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan utamanya
- Terjadi pemerataan
pelayanan kesehatan sekaligus akan meningkatkan derajat kesehatan.
2.
Pemberi Pelayanan Kesehatan
- PPK dapat
merencanakan pelayanan lebih efektif dan efisien mungkin karena ditunjang
sistem pra upaya.
- PPK akan memperoleh
balas jasa yang lebih besar dengan terpeliharanya kesehatan peserta
- PPK dapat lebih
meningkatkan profesionalisme, kepuasan kerja dan mengembagakan mutu pelayanan.
- Sarana pelayanan
tingkat I, II, dan III yang selama ini memakai tarif wajar akan mendapat
pasokan dana lebih banyak apabila masyarakat telah ber-JPKM dari tarif yang
diberlakukan di JPK. Sarana pelayanan ( terutama)yang selama ini sudah mahal
memang mengalami penurunan pasokan dana dari jasa pelayanan karena efisiensi
dalam sistem JPKM.
3. Dunia Usaha
- Biaya pelayanan
kesehatan dapat direncanakan secara tepat
- Pemeliharaan
kesehatan karyawan dapat terlaksana secara lebih efisien dan efektif.
- Pembiayaan pelayanan
akan lebih efisien karena menerapkan sistem pra-upaya bagi jasa pelayanan
kesehatan, dibandingkan dengan sistem ganti rugi ( fee for service),
sistem klaim dll sebagai balas jasa pasca pelayanan.
- Terjaminnya
kesehatan karyawan akan mendorong produktifitas.
- Merupakan komoditi
baru yang menjanjikan bagi dunia usaha yang akan menjadi Bapel.
4. Pemerintah
- Pemda memperoleh
masyarakat yang sehat dan produktif dengan biaya yang berasal dari masyarakat
sendiri.
- Subsidi pemerintah
dapat dialokasikan kepada yang lebih memerlukan, terutama bagi keluarga miskin.
Pembayaran pra-upaya dalam JPKM memakai perhitungan unit cost riil/ non
subsisdi, sehingga bisa menyesuaikan tarif untuk yang mampu. Tahun 2005,
Pemerintah Pusat mengalokasikan dana program kompensasi BBM untuk 34,6 juta
penduduk miskin yang memerlukan anggaran 2,1 triliun. Pemerintah menunjuk PT
Askes sebagai Bapel yang mengelola dana tersebut dengan berbagai
pertimbangannya.
- Pengeluaran Pemda
dalam bidang kesehatan dapat lebih efisien.
Ø Agar terjamin efisiensi, efektifitas dan pemerataan pemeliharaan
kesehatan, maka dalam pelaksanaannya JPKM menggunakan tujuh jurus:
1. Pembayaran iuran
(premi) dimuka ke Badan Penyelenggara. Peserta JPKM membayar sejumlah iuran
dimuka secara teratur kepada Bapel, sehingga Bapel mengetahui jumlah dana yang
harus dikelola secara efisien untuk pemeliharaan kesehatan peserta.
2. Pembayaran
pra-upaya ke Pemberi Pelayanan Kesehatan. Pembayaran sejumlah dimuka oleh Bapel
ke PPK, sehingga PPK tahu batas anggaran yang harus digunakan untuk
merencanakan pemeliharaan kesehatan bagi peserta secara efisien dan efektif.
Pembayaran dapat berbagai cara antara lain : system kapitasi, system anggaran,
DRG ( diagnostic related group). Umumnya menggunakan system kapitasi,
pembayaran dimuka sebesar perkalian jumlah peserta denagn satuan biaya.
3. Pemeliharaan
kesehatan paripurna mencakup upaya promotif/peningkatan kesehatan, preventif/
pencegahan penyakit, kuratif/ pengobatan serta rehabilitatif/ pemulihan
kesehatan yang dilakukan secara terstruktur dan berjenjang oleh sarana
pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier.
4. Ikatan Kerja.
Hubungan antara bapel dengan PPK, hubungan Bapel dengan peserta diatur dengan
ikatan kerja yang menata secara rinci dan jelas hak dan kewajiban
masing-masing.
5. Jaga Mutu Pelayanan
Kesehatan. Jaga mutu dilakukan oleh Bapel ( dengan PPK ) agar pelayanan
kesehatan yang diberikan sesuai kebutuhan dan standar profesi dan kaidah
pengobatan rasional.
6. Pemantauan
Pemanfaatan Pelayanan. Pemantauan ini perlu dilakukan agar dapat melakukan
penyesuaian kebutuhan medis peserta, mengetahui perkembangan epidemiologi
penyakit peserta dan pengendalian penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta.
7. Penanganan Keluhan
dilaksanakan oleh Bapel. Bertujuan untuk menjamin mutu dan stabilitas dalam
menjalankan kegiatan JPKM.
Ø Tujuan dan Sasaran JPKM:
1. JPKM bertujuan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui:
- Jaminan
pemeliharaan kesehatan sesuai kebutuhan utama peserta yang berkesinambungan.
- Pelayanan kesehatan
paripurna yang lebih bermutu dengan biaya yang hemat dan terkendali.
- Pengembangan
kemandirian masyarakat dalam membiayai pelayanan kesehatan yang diperlukan.
- Pembudayaan
perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Sasaran JPKM:
- Karyawan
perusahaan/ dunia usaha
- Seluruh anggota
keluarga/ masyarakat
- Mahasiswa dan
pelajar.
- Organisasi sosial
dan masyarakat.
Ø Kendala-kendala yang mempengaruhi tingkat keberhasilan JPKM:
1. Rendahnya minat
masyarakat untuk menjadi peserta JPKM. Hal ini dapat karena faktor sosialiasi,
pemahaman untuk menerima konsep asuransi dan program JPKM, masih banyaknya
institusi/ perorangan pelayanan kesehatan yang relatif murah.
2. Tidak siapnya
aparat yang menangani program JPKM. Pengelolaan kesehatan masih dipahami
sebagai prinsip sosial dan masil mengandalkan subsidi pemerintah.
3. Pemberi Pelayanan
Kesehatan belum siap dengan konsep kapitasi. Sulit merubah PPK dari orientasi
sakit dengan sistem pemayaran fee for service ke orientasi sehat.dengan
sistem pembayaran kapitasi.
4. Bapel JPKM masih
dianggap belum berpengalaman.
5. Komitmen pemerintah
rendah.
Ø Kebijakan Pengembangan JPKM:
1. Kepesertaan
bersifat wajib dan dikaitkan sebagai prasyarat memperoleh pelayanan umum.
2. Premi ditetapkan
dalam bentuk prosentase terhadap pendapatan, kecuali untuk keluarga miskin yang
harus ditanggung pemerintah.
3. 50% premi para
pekerja ditanggung oleh pemberi kerja, sisanya ditanggung oleh pekerja.
4. Besarnya premi
yang ditanggung oleh pemberi kerja diperhitungkan terhadap pajak perusahaan.
5. Pengumpulan premi
dilakukan oleh badan khusus yang ditunjuk pemerintah.
6. Pengelola dana
adalah Bapel yang dipilih secara kompetitif untuk satu wilayah atau kelompok
penduduk tertentu dan bersifat non profit.
7. PPK adalah semua
sarana pelayanan kesehatan (pemerintah maupun swasta) yang dibayar pra-upaya.
8. Pelayanan
kesehatan yang ditanggung hanya bersifat dasar/ esensial.
Ø
Visi Pengembangan JPKM
Adalah Kepesertaan
JPKM Semesta 2010, artinya terwujudnya perlindungan kesehatan bagi seluruh
penduduk dan diharapkan dapat diraih melalui :
1. Pembinaan, pengembangan dan pendorongan profesionalisme.
2. Bimbingan teknis yang penuh daya.
3. Produksi "evidence based" standarisasi, akreditasi,
sertifikasi, dan regulasi
Ø Misi Pengembangan JPKM
1. Memantapkan
institusi badan pembina JPKM di pusat, propinsi dan kabupaten / kotamadya.
2. Mendorong
profesionalisme Badan Penyelenggara JPKM dalam melaksanakan trias manajemen
yaitu, manajemen keuangan, manajemen kepesertaan, dan manajemen pemeliharaan
kesehatan.
3. Mendorong
terbentuknya jaringan pelayanan kesehatan yang sadar mutu dan sadar biaya.
4. Meningkatkan
kepesertaan masyarakat dalam JPKM.
d.
Desentralisasi
Desentralisasi
merupakan pendekatan pemberdayaan masyarakat dan bawahan, bukanpendekatan
kekuasaan pusat yang selama ini sangat dominan.
Desentralisasi
merupakan ciri yang menonjol di era reformasidimana kekuasaan pusat akan
semakin kecil dalam berbagai aspekkehidupan rakyat. Desentralisasi bukan hanya
monopoli Depkes dalamvisi Indonesia Sehat 2010, akan tetapi sudah menjadi
tuntutan rakyat
banyak. Undang-undang otonomi daerah yang
memberikankewenangan atau otonomi yang luas kepada daerah telah disetujui
DPR.Memang jika kita perhatikan negara-negara maju, umumnya merekamemberikan
otonomi yang luas kepada masing-masing daerahnya.Dengan demikian, mobilisasi
dan kreativitas penduduk dapat disalurkandan digerakkan untuk mencapai
kesejahteraan rakyat banyak. Banyakkekhawatiran bahwa dengan desentralisasi
banyak daerah (kabupatenatau kotamadya) akan sulit berkembang karena kurangnya
sumber
alam. Dalam bidang kesehatan dikhawatirkan
bahwa banyak dokter tidak bersedia tinggal di daerah yang sumber alamnya
sedikit.
Globalisasi dapat
dilihat sebagai suatu yang berlawanan dengandesentralisasi. Globalisasi justeru
membuat banyak daerah dan negaratidak mampu sepenuhnya berdiri sendiri tanpa
bantuan negara ataudaerah lain. Globalisasi membuat otonomi atau kewenangan
diri sendiritidak boleh diartikan akan berdiri sendiri. Globalisasi berarti
penciptaanketergantungan sautu daerah atau negara dengan daerah atau
negaralainnya menjadi keharusan. Disinilah dilemanya, dimana jika kita
salahmenempatkan diri, maka kita akan tergilas dan menjadi sangattergantung
dengan daerah atau negara lain. Di lain pihak, jika kitasangat kuat maka kita
bisa menciptakan ketergantungan daerah ataunegara lain dengan kita. Masyarakat
Indonesia sekarang ini dihadapipada dua keadaan yang bertolak belakang. Mereka
mendapatkanotonomi lebih luas untuk mengelola daerahnya, yang
berartiketergantungan dengan pemerintah pusat menjadi sangat berkurang. Dilain
pihak mereka akan terpaksa bergantung dengan daerah atau negaralain, karena
arus globalisasi. Dalam bidang kesehatan dan kedokteran,pengaruh kedua dimensi
yang seolah bertolak belakang ini tidak bisaditawar. Para dokter PTT yang dulu
sangat bergantung Depkes dalampenempatan dan penggajian, mungkin nanti harus
mencari berbagaikabupaten atau kota yang pas dengan kebutuhannya. Mungkin
seorangdokter yang baru lulus harus bolak-balik wanwancara di berbagaikabupaten
sebelum menetapkan dimana ia akan bekerja.Dalam banyak hal, ada satu kesamaan
dimana setiap orangmenetapkan pilihannya, yaitu interes ekonomi. Meskipun
interesekonomi bukan satu-satunya motivasi, akan tetapi interes
ekonomimempunyai peran besar dalam pengambilan keputusan seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar